Aku atau Bapakku yang Jadi Caleg
Memasuki
masa-masa pemilu (pemilihan umum) masyarakat atau publik akan dimanjakan dengan
gambar-gambar caleg (calon legislatif) di daerah mereka masing-masing. Mulai
dari selebaran, brosur, spanduk, baliho dan poster-poster berserakan di kawasan
umum. Setiap sudut jalan pasti akan ditemukan spanduk-spanduk caleg dengan
berbagai bentuk tulisan dan warna untuk menarik pengguna jalan dan masyarakat
sekitar membaca.
Setiap
caleg memiliki perbedaan dan persamaan pada bentuk desain baliho atau sepanduk
mereka. Dari segi warna, pesan kampanye, dan parpol (partai politik) yang
mendukung mereka pasti berbeda antara satu caleg dengan caleg lain. Persamaan
yang sangat jelas dari kebanyakan baliho atau spanduk para caleg akan terlihat pada kata-kata “mohon
doa dan dukungannya”.
Sebenarnya
kalau sudah menjadi calon, kata dukungan dan doa dari publik itu tidak perlu.
Yang hanya diperlukan adalah caleg itu sendiri yang berdoa agar menang dan
pilihan (coblosan) publik untuk para caleg. Kata-kata yang cocok untuk baliho
mereka harus langsung pada intinya yaitu “coblos nomor sekian” atau “jangan
lupa coblos nomor sekian”.
Fenomena
yang terjadi di publik adalah hampir semua baliho atau spanduk para caleg yang
akan berkompetisi pada pemilu menggunakan poto atau gambar orang-orang yang
sudah tenar dalam bidang perpolitikan. Dalam hal ini adalah ketua umum dari
partai yang mendukung seorang caleg, para menteri yang memiliki jabatan tinggi
di partai yang menjadi acuan para caleg atau orang yang aktif dalam struktur
pemerintahan pusat. Baliho itu menandakan seakan para caleg sangat dekat dan kenal
dengan orang-orang besar yang mendukung mereka. Ada foto yang sambil berjabat
tangan dan ada juga foto mereka sambil duduk berdua seakan sudah kenal lama.
Bahkan,
di daerah-daerah kebanyakan para caleg itu tidak pernah berjumpa dengan
orang-orang besar yang mendukung mereka. Jangankan jumpa, para caleg juga tidak
kenal orang-orang besar itu. Tapi para caleg hanya tahu saja.
Untuk
apa itu? Untuk menaikkan pamor seorang caleg? Itu hanya memperlihatkan
kelemahan seorang caleg. Orang atau masayarakat yang memiliki ilmu, kalau
melihat baliho seperti itu pasti dapat mengartikan bahwa itu menandakan caleg
tersebut tidak percaya diri. Seorang caleg harus yakin dengan dirinya sendiri.
Baliho
yang sangat jelas membuktikan para caleg tidak percaya diri adalah adanya
tulisan “anak dari si polan” atau “anak mantan geuchik wilayah (red)”. Inilah yang membuat publik kurang percaya
akan kapasitas yang dimilki para caleg. Bagaimana para caleg tersebut membangun
kepercayaan publik terhadap mereka sedangkan mereka sendiri tidak percaya
dengan diri mereka sendiri.
Mengapa
ini terjadi? Ini terjadi karena para caleg tidak memiliki niat yang sempurna
untuk menjadi “pelayan” masyarakat. Mereka hanya menginginkan sebuah pekerjaan
dan jabatan untuk kepentingan pribadi. Hal yang menyangkut dengan kepentingan
publik akan menjadi nomor 2 bagi mereka nantinya kalau sudah menjadi anggota
legislatif. Yang terpenting bagi mereka sekarang adalah bagaimana cara
mendapatkan suara dan memenangi pemilu.
Nabi
Muhammad sendiri telah mengajarkan untuk yakin pada diri sendiri dan amanah.
Sebuah pepatah mengatakan, “Bukanlah yang
dikatakan seorang pemuda itu yang mengatakan : ini bapakkku! Tapi yang
dikatakan seorang pemuda itu adalah orang yang mengatakan : ini aku!”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar