Selasa, 31 Desember 2013

Aku atau Bapakku yang Jadi Caleg

Aku atau Bapakku yang Jadi Caleg


Memasuki masa-masa pemilu (pemilihan umum) masyarakat atau publik akan dimanjakan dengan gambar-gambar caleg (calon legislatif) di daerah mereka masing-masing. Mulai dari selebaran, brosur, spanduk, baliho dan poster-poster berserakan di kawasan umum. Setiap sudut jalan pasti akan ditemukan spanduk-spanduk caleg dengan berbagai bentuk tulisan dan warna untuk menarik pengguna jalan dan masyarakat sekitar membaca.

Setiap caleg memiliki perbedaan dan persamaan pada bentuk desain baliho atau sepanduk mereka. Dari segi warna, pesan kampanye, dan parpol (partai politik) yang mendukung mereka pasti berbeda antara satu caleg dengan caleg lain. Persamaan yang sangat jelas dari kebanyakan baliho atau spanduk  para caleg akan terlihat pada kata-kata “mohon doa dan dukungannya”.

Sebenarnya kalau sudah menjadi calon, kata dukungan dan doa dari publik itu tidak perlu. Yang hanya diperlukan adalah caleg itu sendiri yang berdoa agar menang dan pilihan (coblosan) publik untuk para caleg. Kata-kata yang cocok untuk baliho mereka harus langsung pada intinya yaitu “coblos nomor sekian” atau “jangan lupa coblos nomor sekian”.

Fenomena yang terjadi di publik adalah hampir semua baliho atau spanduk para caleg yang akan berkompetisi pada pemilu menggunakan poto atau gambar orang-orang yang sudah tenar dalam bidang perpolitikan. Dalam hal ini adalah ketua umum dari partai yang mendukung seorang caleg, para menteri yang memiliki jabatan tinggi di partai yang menjadi acuan para caleg atau orang yang aktif dalam struktur pemerintahan pusat. Baliho itu menandakan seakan para caleg sangat dekat dan kenal dengan orang-orang besar yang mendukung mereka. Ada foto yang sambil berjabat tangan dan ada juga foto mereka sambil duduk berdua seakan sudah kenal lama.

Bahkan, di daerah-daerah kebanyakan para caleg itu tidak pernah berjumpa dengan orang-orang besar yang mendukung mereka. Jangankan jumpa, para caleg juga tidak kenal orang-orang besar itu. Tapi para caleg hanya tahu saja.

Untuk apa itu? Untuk menaikkan pamor seorang caleg? Itu hanya memperlihatkan kelemahan seorang caleg. Orang atau masayarakat yang memiliki ilmu, kalau melihat baliho seperti itu pasti dapat mengartikan bahwa itu menandakan caleg tersebut tidak percaya diri. Seorang caleg harus yakin dengan dirinya sendiri.
Baliho yang sangat jelas membuktikan para caleg tidak percaya diri adalah adanya tulisan “anak dari si polan” atau “anak mantan geuchik wilayah (red)”. Inilah yang membuat publik kurang percaya akan kapasitas yang dimilki para caleg. Bagaimana para caleg tersebut membangun kepercayaan publik terhadap mereka sedangkan mereka sendiri tidak percaya dengan diri mereka sendiri.

Mengapa ini terjadi? Ini terjadi karena para caleg tidak memiliki niat yang sempurna untuk menjadi “pelayan” masyarakat. Mereka hanya menginginkan sebuah pekerjaan dan jabatan untuk kepentingan pribadi. Hal yang menyangkut dengan kepentingan publik akan menjadi nomor 2 bagi mereka nantinya kalau sudah menjadi anggota legislatif. Yang terpenting bagi mereka sekarang adalah bagaimana cara mendapatkan suara dan memenangi pemilu.


Nabi Muhammad sendiri telah mengajarkan untuk yakin pada diri sendiri dan amanah. Sebuah pepatah mengatakan, “Bukanlah yang dikatakan seorang pemuda itu yang mengatakan : ini bapakkku! Tapi yang dikatakan seorang pemuda itu adalah orang yang mengatakan : ini aku!”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar